Sistem Koloid
Pengertian Koloid
Istilah koloid pertama kali diutarakan oleh
seorang ilmuwan Inggris, Thomas Graham, sewaktu mempelajari sifat difusi
beberapa larutan melalui membran kertas perkamen. Graham menemukan bahwa
larutan natrium klorida mudah berdifusi sedangkan kanji, gelatin, dan putih
telur sangat lambat atau sama sekali tidak berdifusi. Zat-zat yang sukar
berdifusi tersebut disebut koloid.
Tahun 1907, Ostwald, mengemukakan istilah
sistem terdispersi bagi zat yang terdispersi dalam medium pendispersi. Analogi
dalam larutan, fase terdispersi adalah zat terlarut, sedangkan medium
pendispersi adalah zat pelarut. Sistem koloid termasuk salah satu sistem
dispersi. Sistem dispersi lainnya adalah larutan dan suspensi. Larutan
merupakan sistem dispersi yang ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga tidak
dapat dibedakan antara partikel dispersi dan pendispersi. Sedangkan suspensi
merupakan sistem dispersi dengan partikel berukuran besar dan tersebar merata
dalam medium pendispersinya. Sistem Koloid adalah suatu bentuk campuran yang
keadaannya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Secara
makroskopis koloid tampak homogen, tetapi secara mikroskopis bersifat
heterogen. Campuran koloid umumnya bersifat stabil dan tidak dapat disaring.
Ukuran partikel koloid terletak antara 1 nm-10 nm.
Koloid merupakan campuran 2 fase yang terdiri
dari fase terdispersi dan medium pendispersi. Fase terdispersi merupakan zat
yang didispersikan dan bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium
untuk mendispersikan disebut medium pendispersi dan berisfat kontinu.
Jenis-Jenis Koloid
Telah kita ketahui bahwa sistem koloid terdiri
atas dua fasa, yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi (medium
dispersi). Sistem koloid dapat dikelompokkan berdasarkan jenis fasa
terdispersi dan fasa pendispersinya.
Koloid yang mengandung fasa terdispersi padat disebut sol. Jadi,
ada tiga jenis sol, yaitu sol padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam
cair), dan sol gas (padat dalam gas). Istilah sol biasa digunakan untuk
menyatakan sol cair, sedangkan sol gas lebih dikenal sebagai aerosol
(aerosol padat).
Koloid yang mengandung fasa terdispersi cair
disebut emulsi. Emulsi juga ada tiga jenis, yaitu emulsi padat (cair dalam
padat), emulsi cair (cair dalam cair), dan emulsi gas (cair dalam gas).
Istilah emulsi biasa digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi
gas juga dikenal dengan nama aerosol (aerosol cair). Koloid yang
mengandung fasa terdispersi gas disebut buih. Hanya ada dua jenis buih,
yaitu buih padat dan buih cair. Mengapa tidak ada buih gas? Istilah buih biasa
digunakan untuk menyatakan buih cair. Dengan demikian ada 8 jenis koloid,
seperti yangtercantum pada tabel 1.
a. Aerosol
Sistem koloid dari
partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat
yang terdispersi berupa zat padat disebut aerosol padat, jika zat yang
terdispersi berupa zat cair disebut aerosol cair. Aerosol padat contohnya: asap
dan debu di udara, aerosol cair contohnya: kabut dan awan.
Dewasa ini banyak
produk dibuat dalam bentuk aerosol, seperti semprot rambut (hair spray),
semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot, dan lain-lain. Untuk menghasilkan
aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol).
Contoh bahan pendorong yang banyak digunakan
adalah senyawa klorofluorokarbon (CFC) dan karbon dioksida.
b. Sol
Sistem koloid dari
partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol.
Koloid jenis sol
banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari contohnya: sol sabun, sol detergen,
sol kanji, tinta tulis, air sungai berlumpur dan cat.
c. Emulsi
Sistem koloid dari zat
cair yang terdispersi dalam zat cair disebut emulsi.
Syarat terjadinya emulsi
ini adalah kedua zat cair tidak saling melarutkan. Emulsi dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air atau emulsi air
dalam minyak. Contoh emulsi minyak dalam air adalah santan, susu, dan lateks.
Contoh emulsi air dalam minyak adalah minyak ikan, minyak bumi.
Emulsi terbentuk
karena adanya zat pengemulsi (emulgator), contoh emulgator adalah sabun yang
dapat mengemulsikan minyak dalam air. Contoh emulgator lainnya adalah kasein
dalam susu dan kuning telur dalam mayonaise.
d. Buih
Sistem koloid dari gas
yang terdispersi dalam zat cair disebut buih.
Seperti halnya dengan
emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya
sabun, deterjen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke
dalam zat cair yang mengandung pembuih. Buih digunakan pada berbagai proses,
misalnya buih sabun pada pengolahan bijih logam, pada alat pemadam kebakaran, dan
lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat-zat yang dapat memecah atau
mencegah buih,antara lain eter, isoamil alkohol, dan lain-lain.
Buih mempunyai fase terdispersi gas. Buih
terdiri atas:
1)buih padat dengan medium pendispersi padat, contoh batu apung, karet busa, dan styrofoam;
2)buih cair atau buih dengan medium pendispersi cair, contoh buih sabun dan putih telur.
1)buih padat dengan medium pendispersi padat, contoh batu apung, karet busa, dan styrofoam;
2)buih cair atau buih dengan medium pendispersi cair, contoh buih sabun dan putih telur.
e. Gel
Koloid yang setengah kaku (antara padat dan
cair) disebut gel. Contoh : agar-agar, lem kanji, selai, gelatin, gel sabun, gel
silika. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang mengadsorbsi medium
pendispersinya, sehingga terjadi koloid yang agak padat.
Sifat-sifat Koloid
a. Efek Tyndall
Jika seberkas cahaya dilewatkan pada suatu
sistem koloid, maka cahaya tersebut akan dihamburkannya sehingga berkas cahaya
tersebut akan kelihatan. Sedangkan jika cahaya dilewatkan pada larutan sejati
maka cahaya tersebut akan diteruskannya . Sifat koloid yang seperti inilah yang
dikenal dengan efek tyndall dan sifat ini dapat digunakan untuk membedakan
koloid dengan larutan sejati. Gejala ini pertama kali ditemukan oleh Michael
Faradaykemudian diselidiki lebih lanjut oleh John Tyndall (1820 – 1893),
seorang ahli Fisikabangsa Inggris.
Efek Tyndall juga dapat menjelaskan mengapa
langit pada siang hari berwarna biru sedangkan pada saat matahari terbenam,
langit di ufuk barat berwarna jingga atau merah. Hal itu disebabkan oleh
penghamburan cahaya matahari oleh partikel koloid di angkasa dan tidak semua
frekuensi dari sinar matahari dihamburkan dengan intensitas sama.
Jika intensitas cahaya
yang dihamburkan berbanding lurus dengan frekuensi, maka pada waktu siang hari
ketika matahari melintas di atas kita frekuensi paling tinggi (warna biru) yang
banyak dihamburkan, sehingga kita melihat langit berwarna biru. Sedangkan
ketika matahari terbenam, hamburan frekuensi rendah (warna merah) lebih banyak
dihamburkan, sehingga kita melihat langit berwarna jingga atau merah.
Gejala efek tyndall yang dapat diamati dalam
kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
-
Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
-
Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap dan berdebu
-
Berkas sinar matahari melalui celah pohon-pohon pada pagi yang berkabut
b. Gerak Brown
Gerak brown merupakan
gerak patah-patah (zig-zag) partikel koloid yang terus menerus dan hanya dapat
diamati dengan mikroskop ultra. Gerak brown terjadi sebagai akibat
tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel
koloid.Dalam suspensi tidak terjadi gerak Brown karena ukuran partikel cukup
besar, sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga
mengalami gerak Brown, tetapi tidak dapat diamati. Semakin tinggi suhu, maka
gerak brown yang terjadi juga semakin cepat, karena energi molekul medium
meningkat sehingga menghasilkan tumbukan yang lebih kuat.
Gerak Brown merupakan faktor penyebab
stabilnya partikel koloid dalam medium dispersinya. Gerak brown yang terus
menerus dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga partikel koloid tidak
mengalami sedimentasi (pengendapan).
c. Elektroforesis
Partikel koloid dapat
bergerak dalam medan listrik karena partikel koloid bermuatan listrik.
Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut elektroforesis. Jika
dua batang elektrode dimasukkan kedalam sistem koloid dan kemudian dihubungkan
dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak kesalah satu
elektrode tergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan
bergerak ke anode (elektrode positif) sedang koloid bermuatan positif akan
bergerak ke katode (elektrode negatif).
Elektroforesis dapat
digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika partikel koloid
berkumpul dielektrode positif berarti koloid bermuatan negatif, jika partikel
koloid berkumpul dielektrode negatif bearti koloid bermuatan positif. Peristiwa
elektroforesis ini sering dimanfaatkan kepolisian dalam identifikasi/tes DNA
pada jenazah korban pembunuhan/ jenazah tak dikenal
d. Adsorpsi
Adsorpsi adalah
peristiwa di mana suatu zat menempel pada permukaan zat lain, seperti ion
H+dan OH- dari
medium pendispersi. Untuk berlangsungnya adsorpsi, minimum harus ada dua macam
zat, yaitu zat yang tertarik disebut adsorbat, dan zat yang menarik
disebut adsorban. Apabila terjadi penyerapan ion ada permukaan partikel
koloid maka partikel koloid dapat bermuatan listrik yang muatannya ditentukan
oleh muatan ion-ion yang mengelilinginya.
Partikel koloid
mempunyai kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaannya. Oleh
karena itu partikel koloid bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini
disebut dengan adsorpsi. Contohnya sol Fe(OH)3 dalam air
mengadsorpsi ion positif sehingga bermuatan positif dan sol As2S3 mengadsorpsi
ion negatif sehingga bermuatan negatif. Pemanfaatan sifat adsorpsi koloid dalam
kehidupan antara lain dalam proses pemutihan gula tebu, dalam pembuatan norit
(tablet yang terbuat dari karbon aktif) dan dalam proses penjernihan air dengan
penambahan tawas.
e. Koagulasi
Koagulasi adalah peristiwa pengendapan atau
penggumpalan koloid. Koloid distabilkan oleh muatannya. Jika muatan koloid
dilucuti atau dihilangkan, maka kestabilannya akan berkurang sehingga dapat
menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi
pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahakan ke dalam system
koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama kedalam sel elektroforesis,
maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai electrode. Koagulasi
koloid karena penambahan elektrolit terjadi karena koloid bermuatan positif
menarik ion negative dan koloid bermuatan negative menarik ion positif. Ion-ion
tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Jika selubung itu terlalu
dekat, maka selubung itu akan menetralkan koloid sehingga terjadi koagulasi.
Beberapa contoh peristiwa koagulasi dalam
kehidupan sehari-hari adalah:
-
Pembentukan delta di muara sungai karena koloid tanah liat dalam air sungai
mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.
-
Karet dalam latek digumpalkan dengan menambahkan asam formiat
-
Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan menambahkan tawas
-
Asap atau debu pabrik dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari
cottrel.
Koloid Pelindung
Ada koloid yang
bersifat melindungi koloid lain supaya tidak mengalami koagulasi. Koloid semacam
ini disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini membentuk lapisan di
sekeliling partikel koloid yang lain sehingga melindungi muatan koloid
tersebut.
Koloid pelindung ini
akan membungkus partikel zat terdispersi, sehingga tidak dapat lagi
mengelompok.
Contoh pemanfaatan koloid pelindung adalah
sebagai berikut:
1. Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk
mencegah pembentukan Kristal besar atau gula
2. Cat dan tinta dapat bertahan lama karena
menggunakan suatu koloid pelindung.
3. Zat-zat pengemulsi seperti sabun dan
detergen juga tergolong koloid pelindung.
Dialisis
Untuk stabilitas koloid diperlukan sejumlah
muatanion suatu elektrolit. Akan tetapi, jika penambahan elektrolit ke dalam
sistem koloid terlalu banyak, kelebihan ini dapat mengendapkan fase terdispersi
dari koloid itu. Hal ini akan mengganggu stabilitas sistem koloid
tersebut. Untuk mencegah kelebihan elektrolit, penambahan elektrolit
dilakukan dengan cara dialisis.
Dialisis merupakan proses pemurnian koloid
dengan membersihkan atau menghilangkan ion-ion pengganggu menggunakan suatu
kantong yang terbuat dari selaput semipermiabel. Caranya, sistem koloid
dimasukkan ke dalam kantong semipermeabel, dan diletakkan dalam air. Selaput
semipermeabel ini hanya dapat dilalui oleh ion-ion, sedang partikel koloid
tidak dapat melaluinya, dengan demikian akan diperoleh koloid yang murni.
Ion-ion yang keluar melalui selaput semipermeabel ini kemudian larut dalam air.
Dalam proses dialisis hilangnya ion-ion dari sistem koloid dapat dipercepat
dengan menggunakan air yang mengalir. Peristiwa dialisis ini diaplikasikan
dalam proses pencucian darah di dunia kedokteran.
Koloid Liofil dan Liofob
Koloid yang memiliki medium dispersi cair
dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Suatu koloid disebut koloid
liofil apabila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara zat
terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan (Yunani: lio = cairan,
philia = suka). Sebaliknya, suatu koloid disebut koloid liofob jika gaya
tarik-menarik tersebut tidak ada atau sangat lemah. Liofob berarti tidak suka
cairan (Yunani: lio = cairan, phobia = takut atau benci). Jika medium dispersi
yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid di atas masing-masing disebut
koloid hidrofil dan koloid hidrofob.
Contoh:
•Koloid hidrofil: sabun, detergen, agar-agar,
kanji, dan gelatin.
•Koloid hidrofob: sol
belerang, sol Fe(OH)3, sol-sol sulfida, dan sol-sol
logam.
Koloid liofil/hidrofil lebih mantap dan lebih
kental daripada koloid liofob/ hidrofob. Butir-butir koloid liofil/hidrofil
membungkus diri dengan cairan/air mediumnya. Hal ini disebut
solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-butir koloid tersebut terhindar dari
agregasi (pengelompokan). Hal demikian tidak terjadi pada koloid
liofob/hidrofob. Koloid liofob/hidrofob mendapat kestabilan karena mengadsorpsi
ion atau muatan listrik. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa muatan koloid
menstabilkan sistem koloid.
Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada
penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat
dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan. Apabila zat padat tersebut
dicampurkan kembali dengan air, maka dapat membentuk kembali sol hidrofil.
Dengan perkataan lain, sol hidrofil bersifat reversibel. Sebaliknya, sol
hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan sedikit elektrolit. Sekali
zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol lagi jika dicampur
kembali dengan air. Perbedaan sol hidrofil dengan sol hidrofob disimpulkan
sebagai berikut.
Peranan Koloid dalam Kehidupan Sehari-hari
a. Mengurangi polusi udara
Gas buangan pabrik
yang mengandung asap dan partikel berbahaya dapat diatasi dengan menggunakan
alat yang disebut pengendap cottrel. Prinsip kerja alat ini
memanfaatkan sifat muatan dan penggumpalan koloid sehingga gas yang dikeluarkan
ke udara telah bebas dari asap dan partikel berbahaya
Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong
asap dialirkan melalui ujung-ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan
tinggi (20.000 sampai 75.000 volt). Ujung-ujung yang runcing akan
mengionkan molekul-molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh
partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel bermuatan itu
akan tertarik dan diikat pada elektrode yang lainnya. Pengendap Cottrel ini
banyak digunakan dalam industri untuk dua tujuan, yaitu mencegah polusi udara
oleh buangan beracun dan memperoleh kembali debu yang berharga (misalnya debu
logam).
b. Penggumpalan lateks
Getah karet dihasilkan dari pohon karet atau
hevea. Getah karet merupakan sol, yaitu dispersi koloid fase padat dalam
cairan. Karet alam merupakan zat padat yang molekulnya sangat besar (polimer).
Partikel karet alam terdispersi sebagai partikel koloid dalam sol getah
karet. Untuk mendapatkan karetnya, getah karet harus dikoagulasikan agar karet
menggumpal dan terpisah dari medium pendispersinya. Untuk mengkoagulasikan getah karet, biasanya digunakan asam formiat; HCOOH atau asam asetat; CH3COOH. Larutan asam pekat itu akan merusak lapisan pelindung yang mengelilingi partikel karet. Sedangkan ion-ion H+-nya akan menetralkan muatan partikel karet sehingga karet akan menggumpal.
menggumpal dan terpisah dari medium pendispersinya. Untuk mengkoagulasikan getah karet, biasanya digunakan asam formiat; HCOOH atau asam asetat; CH3COOH. Larutan asam pekat itu akan merusak lapisan pelindung yang mengelilingi partikel karet. Sedangkan ion-ion H+-nya akan menetralkan muatan partikel karet sehingga karet akan menggumpal.
Selanjutnya, gumpalan karet digiling dan
dicuci lalu diproses lebih lanjut sebagai lembaran yang disebut sheet atau
diolah menjadi karet remah (crumb rubber). Untuk keperluan lain, misalnya
pembuatan balon dan karet busa, getah karet tidak digumpalkan melainkan
dibiarkan dalam wujud cair yang disebut lateks. Untuk menjaga kestabilan sol
lateks, getah karet dicampur dengan larutan amonia; NH3. Larutan amonia yang
bersifat basa melindungi partikel karet di dalam sol lateks dari zat-zat yang
bersifat asam sehingga sol
tidak menggumpal.
tidak menggumpal.
c. Membantu pasien gagal ginjal
Proses dialisis untuk memisahkan
partikel-partikel koloid dan zat terlarut merupakan dasar bagi pengembangan dialisator.
Penerapan dalam kesehatan adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita
gagal ginjal. Ion-ion dan molekul kecil dapat melewati selaput semipermiabel
dengan demikian pada akhir proses pada kantung hanya tersisa koloid saja.
Dengan melakukan cuci darah yang memanfaatkan prinsip dialisis koloid, senyawa
beracun seperti urea dan keratin dalam darah penderita gagal ginjal dapat
dikeluarkan. Darah yang telah bersih kemudian dimasukkan kembali ke tubuh
pasien.
d. Penjernihan air
Untuk memperoleh air bersih perlu dilakukan
upaya penjernihan air. Kadang-kadang air dari mata air seperti sumur gali
dan sumur bor tidak dapat dipakai sebagai air bersih jika tercemari. Air
permukaan perlu dijernihkan sebelum dipakai. Upaya penjernihan air dapat dilakukan
baik skala kecil (rumah tangga) maupun skala besar seperti yang dilakukan oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pada dasarnya penjernihan air itu
dilakukan secara bertahap. Mula-mula mengendapkan atau menyaring
bahan-bahan yang tidak larut
dengan saringan pasir. Kemudian air yang telah disaring ditambah zat kimia, misalnya tawas atau aluminium sulfat dan kapur agar kotoran menggumpal dan selanjutnya mengendap, dan kaporit atau kapur klor untuk membasmi bibit-bibit penyakit. Air yang dihasilkan dari penjernihan itu, apabila akan dipakai sebagai air minum, harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih beberapa saat lamanya.
dengan saringan pasir. Kemudian air yang telah disaring ditambah zat kimia, misalnya tawas atau aluminium sulfat dan kapur agar kotoran menggumpal dan selanjutnya mengendap, dan kaporit atau kapur klor untuk membasmi bibit-bibit penyakit. Air yang dihasilkan dari penjernihan itu, apabila akan dipakai sebagai air minum, harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih beberapa saat lamanya.
Untuk memperjelas tentang penjernihan air
perhatikan gambar 3 berikut!
Proses pengolahan air
tergantung pada mutu baku air (air belum diolah), namun pada dasarnya
melalui 4 tahap pengolahan. Tahap pertama adalah pengendapan, yaitu air baku
dialirkan perlahan-lahan sampai benda-benda yang tak larut mengendap.
Pengendapan ini memerlukan tempat yang luas dan waktu yang lama.
Benda-benda yang berupa koloid tidak dapat diendapkan dengan cara itu.
Pada tahap
kedua, setelah suspensi kasar terendapkan, air yang mengandung koloid diberi
zat yang dinamakan koagulan. Koagulan yang banyak digunakan adalah aluminium
sulfat, besi(II)sulfat, besi(III)klorida, dan klorinasi
koperos (FeCl2Fe2(SO4)3). Pemberian
koagulan selain untuk mengendapkan partikel-partikel koloid, juga untuk
menjadikan pH air sekitar 7 (netral). Jika pH air berkisar antara
5,5–6,8, maka yang digunakan adalah aluminium sulfat, sedangkan untuk senyawa
besi sulfat dapat digunakan pada pH air 3,5–5,5.
Pada tahap ketiga, air yang telah diberi
koagulan mengalami proses pengendapan, benda-benda koloid yang telah menggumpal
dibiarkan mengendap. Setelah mengalami pengendapan, air tersebut disaring
melalui penyaring pasir sehingga sisa endapan yang masih terbawa di dalam air
akan tertahan pada saringan pasir tersebut.
Pada tahap
terakhir, air jernih yang dihasilkan diberi sedikit air kapur untuk menaikkan
pHnya, dan untuk membunuh bakteri diberikan kalsium hipoklorit (kaporit) atau
klorin (Cl2).
e. Sebagai deodoran
Deodoran mengandung aluminium klorida yang
dapat mengkoagulasi atau mengendapkan protein dalam keringat.endapan protein
ini dapat menghalangi kerja kelenjer keringat sehingga keringat dan potein yang
dihasilkan berkurang.
f. Sebagai bahan makanan dan obat
Ada zat-zat yang tidak larut dalam air
sehingga harus dikemas dalam bentuk koloid sehingga mudah diminum. Contohnya
obat dalam bentuk kapsul.
g. Sebagai bahan kosmetik
Ada berbagai bahan kosmetik kosmetik berupa
padatan, tetapi lebih baik digunakan dalam bentuk cairan. Untuk itu biasanya
dibuat berupa koloid dengan tertentu.
h. Sebagai bahan pencuci
Prinsip koloid juga digunakan dalam proses
pencucian dengan sabun dan detergen. Dalam pencucian dengan sabun atau
detergen, sabun/ detergen berfungsi sebagai emulgator. Sabun/detergen akan
mengemulsikan minyak dalam air sehingga kotoran-kotoran berupa lemak atau
minyak dapat dihilangkan dengan cara pembilasan dengan air.
Pembuatan Koloid
a. Cara kondensasi
Dengan cara kondensasi partikel larutan sejati
bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan melalui
reaksi-reaksi kimia seperti reaksi redoks, hidrolisis, dekomposisi rangkap,
atau dengan pergantian pelarut.
1) Reaksi subtitusi
Misalnya larutan natrium tiosulfat direaksikan
dengan larutan asam klorida , maka akan terbentuk belerang. Partikel belerang
akan bergabung menjadi semakin besar sampai berukuran koloid sehingga terbentuk
sel belerang. Seperti reaksi
Na2SO3(aq) +
2HCl(aq) →2 NaCl(aq)+
H2O(l) + S(s)
2) Reaksi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis
adalah reaksi suatu zat dengan air. Sol Fe(OH)3 dibuat
melalui hidrolisis larutan FeCl3, yaitu dengan
memanaskan larutan FeCl3. Hidrolisis
larutan AlCl3 akan menghasilkan koloid Al(OH)3. Reaksinya adalah:
FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(s) +3HCl(aq)
AlCl3(aq) + 3 H2O(l) → Al(OH)3(s) + 3HCl(aq)
3) Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah
reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Pembuatan sol belerang dari
reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan
belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas
H2S kedalam larutan SO2
2H2S(g) + SO2(aq) → 2H2O(l) + 3S (s)
4) Reaksi Dekomposisi Rangkap
Contohnya adalah
pembuatan sol As2S3 dengan
mereaksikan larutan H3AsO3 dengan
larutan H2S. Reaksinya adalah sebagai berikut:
2H3AsO3(aq) +
3H2S(aq) → As2S3(s) +
6H2O(l)
5) Penggantian Pelarut
Cara ini dilakukan
dengan menggnti medium pendispersi sehingga fase terdispersi yang semula larut
menjadi berukuran koloid. Misalnya larutan jenuh kalsium asetat jika dicampur
dengan alcohol akan terbentuk suatu koloid berupa gel.
b. Cara dispersi
Dengan cara dispersi partikel kasar dipecah
menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik,
peptisasi, atu dengan loncatan bunga listrik(busur bredig).
1) Cara mekanik
Dengan cara ini, butir-butir kasar
digerus dengan lumpang, sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian
diaduk dengan medium pendispersi. Contoh pembuatan sol belerang dengan
menggerus serbuk belerang bersama zat inert seperti gula pasir, kemudian
mencampur dengan air.
2) Cara peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari
butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan zat pemecah
(pemeptisasi).
3) Cara busur bredig
Cara busur bredig digunakan untuk membuat
sol-sol logam. Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elktrode yang
dicelupkan kedalam medium dispersi, kemudian diberi loncatan listrik dikedua
ujungnya. Mula-mula atom logam akan terlempar kedalam air, lalu atom tersebut
mengalami kondensasi sehingga membentuk partikel koloid. Jadi cara busur bredig
ini merupakan gabungan cara disperse dan kondensasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar